Nama : Nana
Nasyatus Sholikhah
NIM : B41111039
DPU : Ir. Agus Santoso, M.Si.
DPA : Ir. Bambang Poerwanto, MP.
PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP KADAR ALKOHOL TAPE
KETAN PUTIH (Oryza sativa L. Var. Forma glutinosa
) DAN TAPE SINGKONG (Manihot utilissima
Pohl)
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan
mikroba untuk menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu
lingkungan yang dikendalikan (Anonim, 2006). Rahman (1992) menyatakan bahwa
fermentasi merupakan suatu aktivitas mikroba baik aerob maupun anaerob untuk mendapatkan
energi dan terjadi perubahan atau transformasi kimiawi substrat organik.
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi
pada substrat organik yang sesuai.
Fermentasi diartikan sebagai suatu proses oksidasi,
reduksi yang terdappat di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi yang
mana sebagai donor dan aseptor elektron digunakan senyawa organik. Senyawa
organik tersebut akan diubah menjadi sederetan reaksi yang dikatalis oleh enzim
menjadi suatu bentuk lain, contohnya aldehid, alkohol dan jika terjadi oksidasi
lebih lanjut akan terbentuk asam (Winarno dan Fardiaz, 1990).
Proses fermentasi karbohidrat mengalami perubahan
kadar gula dimana salah satunya disebabkan oleh waktu inkubasi. Gula terbentuk
selama fermentasi sebagai akibat adanya perbedaan strain yang terdapat pada
ragi dan aktivitas yang dilakukan mikroba pada ragi (Hidayat dkk, 2000).
Kelompok kapang yang digunakan adalah golongan jenis
Mucor dan Rhizhopus. Sedangkan kelompok khamir adalah Candida, Saccharomyces, Hansenula dan sebagainya (Saono dkk,
1974, Ardhana, 1982 dalam Ardhana 2000). Perbedaan kandungan mikroba yang
berbeda pada merk ragi akan berpengaruh ada kestabilan pertumbuhan
masing-masing mikroba. Ketika pertumbuhannya mengalami perbedaan, maka dapat mengakibatkan
hasil fermentasinya berbeda. Perbedaan tersebut karena komposisi gizi dan
kandungan mikroba dalam ragi yang tidak sama dan akan mempengaruhi cepat atau
lambatnya proses fermentasi (Winarno, 1994).
Tape merupakan salah satu produk pengolahan bahan
hasil pertanian yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Tape pada
dasarnya dapat dibuat dari bahan pangan yang mengandung karbohidrat yang tinggi
seperti singkong, ketan hitam, ketan putih, dan lain-lain. Tape dibuat dengan
proses fermentasi dimana terjadi perombakan pati menjadi gula sederhana dan
gula menjadi alkohol.
Fermentasi akan terus berlangsung setelah tahap
optimum fermentasi terlampaui sehingga apabila tape sudah masak harus segera
dikonsumsi, karena jika tape tidak segera dikonsumsi dapat mengakibatkan
perubahan rasa tape, kadar alkohol, kadar gula dan lain-lain (Anonim, 2006).
Rasa manis pada tape dipengaruhi oleh kandungan kadar gula yang dimiliki. Pati
akan diubah menjadi gula oleh kapang jenis Clamydomucor,
kemudian oleh khamir jenis Saccharomyces
cereviseae gula diubah menjadi
alkohol selama fermentasi. Rasa asam pada tape dapat timbul karena perlakuan-perlakuan
yang kurang teliti, seperti penambahan ragi yang berlebihan dan penutupan yang
kurang rapat pada saat fermentasi. Selain itu, rasa asam pada tape dapat
terjadi bila fermentasi berlangsung terus lanjut (Anonim, 1982).
Perbedaan mutu tape dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu: bahan baku dan cara pembuatan ragi tape, kandungan mikroorganisme ragi
tape, dosis ragi sebagai inokulum, penyimpanan ragi, suhu dan lama
inkubasi/fermentasi tape (Kartika, 1992).
Alfin-slater dan Aftergood (1980) menyatakan bahwa konsumsi
alkohol juga menyebabkan peningkatan kadar laktat dalam darah. Peningkatan
kadar laktat dalam darah dapat menyebabkan terjadinya penekanan ekskresi asam
urat dalam urine dan peningkatan asam urat dalam plasma sehingga ketika terjadi
peningkatan asam urat dalam plasma akan mengakibatkan seseorang menderita
penyakit asam urat.
Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu
dilakukan penelitian tentang Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol
Tape Ketan Putih (Oryza sativa L. Var.
Forma glutinosa ) dan Tape Singkong (Manihot utilissima Pohl).
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan
masalahnya yaitu pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol pada tape
ketan putih dan tape singkong. Alternatif pemecahannya dengan membuat tape
ketan putih dan tape singkong dengan berbagai tingkat lama fermentasi sehingga
diperoleh tape dengan karakteristik yang baik.
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1.
Tujuan Umum
Mengetahui
pengaruh Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Putih (Oryza
sativa L. Var. Forma glutinosa )
dan Tape Singkong (Manihot utilissima
Pohl).
1.3.2. Tujuan Khusus
Mendapatkan waktu fermentasi yang menghasilkan tape
ketan putih dan tape singkong dengan karakteristik terbaik.
1.4.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan, maka
diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1.
Memberikan
informasi tentang pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol pada tape
ketan putih dan tape singkong
1.4.2.
Memberikan
informasi tentang lama fermentasi tape ketan putih dan tape singkong dengan
karakteristik terbaik
BAB 2. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu
Peneliti Hafidatul Hasanah (2008) dengan judul “Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar
Alkohol Tape Ketan Hitam (Oryza sativa
L var forma glutinosa) dan Tape
Singkong (Manihot utilissima Pohl)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol tape ketan hitam dan tape singkong, untuk mengetahui perbedaan
kadar etanol tape ketan hitam dengan tape singkong. Metode yang digunakan untuk
memisahkan dua atau lebih komponen volatil dan non volatil dari tape adalah
metode destilasi, untuk analisis kadar etanol menggunakan metode kromatografi
gas (GC). Sampel tape ketan hitam dan tape singkong yang telah difermentasi
selama 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam dan 120 jam ditumbuk sampai halus dan
ditambah aquades. Campuran yang diperoleh didestilasi, destilat yang dihasilkan
dimasukkan dalam botol dan ditimbang dengan satuan gram. Destilat yang sudah
ditimbang dianalisis menggunakan metode kromatografi gas. Data yang diperoleh
dianalisis dengan analisis varians (ANOVA) untuk menguji adanya perbedaan
konsentrasi kadar (%) akohol tape ketan hitam dan tape singkong selama
fermentasi. Apabila terjadi perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan dengan
uji BNT dengan taraf 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh lama
fermentasi terhadap kadar alkohol tape ketan ketan hitam dan tape singkong.
Kadar etanol tape ketan hitam berturut-turut sebesar 0.388 %, 1.176%, 1.056%,
3.884% dan 7.581%. Lama fermentasi 96 dan 120 jam berpengaruh sangat nyata (p
< 0,01) terhadap kadar etanol tape ketan hitam diantara lama fermentasi
lainnya. Kadar etanol tape singkong berturut-turut sebesar 0.844%, 2.182%,
4.904%, 6.334%, dan 11.811%. Lama fermentasi 120 jam berpengaruh sangat nyata
(p < 0,01) pada kadar etanol tape singkong di antara lama fermentasi
lainnya. Perbedaan kadar etanol yang sangat signifikan antara tape ketan hitam
dan tape singkong didapatkan dari uji BNT.
Peneliti Aan Mau’izhatul Hasanah (2007) dengan judul
“Pengaruh Merk Ragi Dan Lama Fermentasi
Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Putih (Oryza sativa L. Var. Forma glutinosa)”. Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui pengaruh total
mikroba pada merk ragi terhadap kadar alkohol tape ketan putih, (2) Untuk
mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol tape ketan putih,
(3) Untuk mengetahui pengaruh interaksi kandungan mikroba pada merk ragi dan
lama fermentasi terhadap kadar alkohol tape ketan putih. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan variabel bebas: total mikroba
pada merk ragi dan lama fermentasi, sedangkan vaiabel terikat adalah alkohol.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah RALFaktorial dengan 14 perlakuan dan
masing-masing 3 kali ulangan. Penelitian dilakukan di Laboratorium THP
Universitas Brawijaya dan Laboratorium Kimia UMM Malang. Pengukuran alkohol
dilakukan metode Oksidasi Bikromat. Analisis penelitian dilakukan dengan
menggunakan ANOVA Ganda yang dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT dengan taraf
signifikasi 5%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Merk Ragi tidak
berpengaruh terhadap kadar alkohol tape ketan putih, jenis kapang merk NKL Solo
1,4 x 107, kapang merk Jalak jombang 1,6 x 107, khamir
merk NKL Solo 2,3 x 107, khamir merk Jalak Jombang 2,0 x 107,
Bakteri merk NKL Solo 2,3 x 107 dan bakteri merk Jalak Jombang 3,0 x
107. 2. Kadar alkohol lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap
kadar alkohol. Fermentasi 24 jam merk NKL Solo 0,951%, merk Jalak Jombang 0,79%
merupakan hasil yang terendah dalam proses fermentasi dan fermentasi 166 jam
merupakan hasil yang tertinggi untuk yaitu merk NKL Solo adalah 11,053 %, dan
merk NKL Solo 11,025%. 3. Tidak ada pengaruh yang nyata dari interaksi
pemakaian jenis merk ragi dan lama fermentasi terhadap kadar alkohol tape ketan
putih.
2.2.
Landasan Teori
2.2.1.
Ketan Putih (Oryza sativa L. Var. Forma glutinosa)
Maimunah
(2003) menyatakan bahwa ketan merupakan salah satu varietas padi yang tumbuh
semusim. Tumbuhan ini mempunyai lidah tanaman yang panjangnya 1-4 mm dan
bercangkap dua. Helaian daun berbentuk garis dengan panjang 15-80 cm,
kebanyakan tepi kasar, mempunyai malai dengan panjang 15-40 cm yang tumbuh ke
atas dengan akar menggantung. Malai ini bercabang-cabang dan biasanya cabang
tersebut kasar.
Menurut Steens (1988) dalam taksonomi
beras ketan putih adalah sebagai
berikut:
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Graminales
Famili : Graminea
Genus : Oryza
Spesies : Oryza
sativa L.
Varietas :
Oryza
sativa L. Var. Forma glutinous
Amilopektin
terkandung pada hampir seluruh beras ketan, sehingga daya lekat pada beras
ketan jauh lebih lekat dibanding dengan beras yang biasa digunakan sebagai
makanan pokok orang Indonesia. Menurut Suhardjo (1986), kadar lemak dalam beras
ketan tidak terlalu tinggi yaitu rata-rata 0,7% dan kandungan asam lemak yang
terbanyak adalah asam oleat, asam palmitat, akan tetapi kandungan vitamin dan
mineral beras ketan sangat rendah. Vitamin yang terkandung dalam beras ketan
adalah thiamin, riboflavin dan niasin, sedangkan mineral yang terkandung dalam
beras ketan adalah besi, kalsium, fosfor, dan lain-lain.
2.2.2.
Singkong (Manihot utilissima Pohl)
Tanaman singkong (manihot
utilisima) mulai menghasilkan umbi setelah berumur 6 bulan. Tanaman yang sudah
berumur 12 bulan dapat menghasilkan umbi basah sampai 30 ton per ha. Singkong
segar mengandung air 70 %, pati 22%, protein 1,2 % dan lemak 0,4 %. Secara umum
dikenal singkong manis dan singkong pahit. Rasa pahit pada singkong terutama
disebabkan oleh racun HCN. Kandungan HCN pada singkong pahit mencapai 100
mg/kg, sedangkan pada singkong manis adalah sekitar 40 mg/kg (Syarif, 1997).
Taksonomi
singkong adalah sebagai berikut (Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan
Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2005):
Kerajaan : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Familia : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot
esculenta
Nama binomial : Manihot
esculenta Crantz
Tabel
2.1. Singkong mempunyai kandungan kimia per 100 gram (Lingga, 2005):
Zat makanan
|
Jumlah
|
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat
(g)
Zat kapur (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin A (SI)
Tiamin (mg)
Vitamin C (mg)
|
146,0
1,2
0,3
34,7
33,0
40,0
0,7
0
20,0
38,0
|
Singkong merupakan sumber energi yang kaya
karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru
terdapat pada daun singkong karena mengandung (per 100 gram) : vitamin A 11000
SI, vitamin C 275 mg, vitamin B1 0,12 mg, kalsium 165 mg, kalori 73 kal, fosfor
54 mg, protein 6,8 gram, lemak 1,2 gram, hidrat arang 13 gram, zat besi 2 mg,
asam amino metionin dan 87 % bagian daun dapat dimakan. Singkong mengandung
(per 100 gram) : vitamin B1 0,06 mg, vitamin C 30 mg dan 75 % bagian buah dapat
dimakan, sedangkan kulit batang singkong mengandung tanin, enzim peroksidase,
glikosida dan kalsium oksalat (Anonim, 2007).
2.2.3.
Tape
Tape merupakan makanan yang dihasilkan dari proses
fermentasi. Tape adalah makanan tradisional yang sangat populer di masyarakat.
Bahan dasar pembuatan tape bisa berupa singkong, ketan hitam, ketan putih, dan
pisang (Afrianti, 2004). Pada dasarnya
tape dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbohidrat tinggi.
Tape merupakan produk yang mudah rusak, karena
fermentasi akan terus setelah tahap optimum fermentasi telah tercapai
terlampaui sehingga apabila tape sudah masak harus segera dikonsumsi, tape
dapat bertahan selama 2-3 hari bila disimpan dalam suhu kamar (Hidayat, 2006).
Rasa manis pada tape dipengaruhi oleh kadar gula
dalam tape. Proses fermentasi akan mengubah pati menjadi gula oleh kapang
jenis Clamydomucor dan gula akan diubah menjadi alkohol oleh khamir jenis
Saccharomyces cereviseae. Rasa asam
pada tape dapat timbul karena perlakuan-perlakuan yang kurang teliti, seperti
penambahan ragi yang berlebihan dan penutupan yang kurang rapat pada saat
fermentasi. Selain itu, rasa asam pada tape dapat terjadi apabila fermentasi
berlangsung terlalu lanjut (Anonim, 1982).
Makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai
nilai gizi yang lebih tinggi dibanding dengan bahan dasar pembuatan tape. Hal
tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroba memecah komponen-komponen yang
komplek menjadi zat yang lebih sederhana, sehingga dengan adanya perubahan
tersebut akan memudahkan dalam proses pencernaan makanan. Kandungan makanan
hasil fermentasi biasanya kandungan protein yang terkandung lebih banyak
dibanding dengan biasanya (Winarno, 1984).
2.2.4.
Tape Ketan Putih
Tape
pada dasarnya dapat dibuat dari berbagai bahan baku sumber karbohidrat seperti
beras ketan putih, beras ketan hitam dan singkong. Tape ketan putih merupakan
hasil fermentasi dari bahan dasar ketan putih yang ditambahkan ragi tape. Tape
beras ketan umumnya dibuat untuk sajian dan sekarang banyak dibuat untuk
dikonsumsi dan dijual (Hasanah, 2008).
Tabel 2.2.
Komposisi gizi tape ketan putih dalam 100 gram bahan
Zat gizi
|
Jumlah
|
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin B1 (mg)
Air (g)
|
172
3,0
0,5
37,5
6
35
0,5
0,04
58,9
|
Sumber:
Direktorat Gizi, Depkes RI
Proses
pembuatan tape ketan putih diawali dengan pencucian beras ketan kemudian
perendaman dilakukan selama semalam. Beras ketan yang sudah direndam ditanak
hingga matang. Nasi ketan yang sudah dicampur dengan ragi tape lalu dimasukkan
ke dalam wadah yang dilapisi daun pisang dan difermentasi selama 1-3 hari pada
suhu kamar. Fermentasi akan mengubah pati menjadi gula dan gula menjadi
alkohol.
Menurut Winarno (1984) makanan yang mengalami
fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya.
Tape ketan putih mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya
karena aktivitas mikroba memecah komponen-komponen kompleks menjadi zat-zat
yang lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk dicerna. Mikroba juga dapat
mensintesa beberapa vitamin dan faktor-faktor pertumbuhan badan lainnya,
seperti riboflavin, vitamin B12, dan provitamin A.
2.2.5.
Tape Singkong
Singkong merupakan salah satu bahan makanan yang
kaya karbohidrat (sumber energi). Pada proses pembuatan tape, karbohidat
mengalami proses peragian oleh mikroba atau jasad renik tertentu, sehingga
sifat-sifat bahan berubah menjadi lebih enak dan sekaligus mudah dicerna
(Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi, 2005).
Tabel
2.3. Komposisi gizi tape singkong dalam 100 gram bahan
Zat gizi
|
Jumlah
|
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin B1 (mg)
Air (g)
|
173
0,5
0,1
42,5
30
30
0
0,07
56,1
|
Sumber:
Direktorat Gizi, Depkes RI
Cara membuat tape singkong, singkong kupas lalu dicuci,
kemudian ditanak. Singkong dingin dicampur ragi komersial, dimasukkan dalam
wadah yang dilapisi daun pisang dan difermentasi selama 1-3 hari pada suhu kamar,
proses fermentasi yang mengubahnya menjadi tape. Perubahan bentuk pati menjadi glukosa
lalu menjadi alkohol terjadi pada saat peragian ini.
Tape dari singkong yang berdaging kuning lebih enak
daripada yang berwarna putih, karena singkong berwarna kuning dagingnya lebih
halus tanpa ada serat-serat kasar. Bambang Admadi Harsojuwono dalam Arixs
(2005) menyatakan bahwa daging singkong yang berwarna kuning bukan hanya lebih
enak tetapi mempunyai kandungan vitamin A yang cukup tinggi.
2.2.6.
Ragi
Buckle et.all.
(1985) menyatakan bahwa proses fermentasi merupakan hasil kegiatan beberapa
jenis mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan, untuk menghasilkan
perubahan yang diinginkan dapat dibedakan dari mikoba-miktoba yang menyebabkan
kerusakan dan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Mikroba yang penting
yaitu bakteri pembentuk asam laktat, bakteri pembentuk asam asetat dan beberapa
jenis khamir penghasil alkohol.
Ragi tape adalah bahan yang dapat digunakan dalam
pembuatan tape, baik singkong dan beras ketan. Dwijoseputro dalam Tarigan
(1988) menyatakan bahwa ragi tape merupakan populasi campuran yang terdiri dari
spesies-spesies genus Aspergillus,
Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan bakteri Acerobacter. Genus tersebut hidup bersama-sama secara sinergis. Aspergillus menyederhanakan tepung
menjadi glukosa serta memproduksi enzim glukoamilase
yang akan memecah pati dengan mengeluarkan unit-unit glukosa, sedangkan Saccharomyces, Candida dan Hansenulla menguraikan gula menjadi
alkohol dan bermacam-macan zat organik lain. Sementara itu Acetobacter dapat merombak alkohol menjadi asam. Beberapa jenis
jamur juga terdapat dalam ragi tape, yaitu
Chlamydomucor oryzae, Mucor sp, dan
Rhyzopus sp.
Ragi yang umum digunakan berbentuk bulat kering,
warna putih dengan diameter 5-6 cm dan ketebalan sekitar 0,5 cm. Ragi yang baik
untuk pembuatan tape membutuhkan adanya kapang Amylomyces rouxii (Merican dan Quee-Lan, 1989). Beuchat dalam
Prihatiningsih (2000) menyatakan bahwa ragi mengandung sejumlah zat gizi antara
lain karbohidrat, protein, lemak, vitamin B dan fosfor.
Tabel 2.4.
Kandungan Gizi Ragi per 100 gram
Kandungan Gizi
|
Jumlah
|
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Air
|
136
kal
43,0
g
2,4
g
3,0
g
140
mg
1900
mg
20,0
mg
0
6000
mg
0
10
g
|
Sumber :
Direktorat Depkes RI (1981)
Wanto dan Arif Subagyo (2004) menyatakan bahwa khamir
merupakan fungi bersel tunggal sederhana, kebanyakan bersifat saprofitik dan biasanya
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan yang mengandung karbohidrat. Khamir dapat
diisolasi dari tanah yang berasal dari kebun anggur, kebun buah-buahan dan
biasanya khamir berada di dalam cairan yang mengandung gula, seperti cairan
buah, madu, sirup, dan sebagainnya. Bentuk sel khamir biasanya bulat, oval, dan
biasanya tidak mempunyai flagella. Khamir berkembang biak dengan bertunas,
membelah diri dan pembentukan spora.
Sel-sel khamir mempunyai lapisan dinding luar yang
terdiri dari polisakarida kompleks dan di dalamnya terletak membran sel. Khamir
dapat tumbuh dalam media cair dan padat. Pembelahan sel terjadi secara aseksual
dengan pembentukan tunas, suatu proses yang merupakan sifat khas dari khamir (Buckle
et.all., 1985).
Kisaran suhu pertumbuhan untuk khamir adalah sama dengan
suhu optimum pada kapang sekaitar 25-30 0C dan suhu maksimum
kirakira 35-47 0C. Pertumbuhan khamir pada umumnya lebih baik pada suasana
asam dengan pH 4-4,5, dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali,
kecuali jika telah beradaptasi. Khamir tumbuh pada kondisi aerobik, tetapi yang
bersifat fermentatif dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat (Fardiaz,
S., 1992).
Khamir mempunyai kemampuan untuk memecah pangan
karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida. Proses ini diketahui sebagai
fermentasi alkohol yaitu proses anaerob. Khamir mempunyai sekumpulan enzim yang
diketahui sebagai zymase yang berperan pada fermentasi senyawa gula, seperti glukosa
menjadi etanol dan karbondioksida.
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2
Glukosa Etanol Karbondioksida
Jika
pemberian O2 berlebihan, sel khamir akan melakukan respirasi secara aerobik,
dalam keadaan ini enzim khamir dapat memecah senyawa gula lebih sempurna, dan
akan dihasilkan karbondioksida dan air.
C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O
Glukosa Oksigen Karbondioksida Air
Jenis khamir yang biasanya dipakai dalam indutri
fermentasi alkohol adalah jenis Saccharomyces
cereviseae. Saccharomyces cereviseae
adalah jenis khamir utama yang berperan dalam produksi minuman beralkohol
seperti bir, anggur, dan juga digunakan untuk fermentasi adonan dalam
perusahaan roti dan fermentasi tape. Kultur yang dipilih harus dapat tumbuh
dengan baik dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap alkohol serta mampu
menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak (Irianto, K., 2006).
Gambar 2.1. Saccharomyces
cereviseae
Saccharomyces cereviseae dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Muhtadi,
1997):
Kingdom : Fungi
Phylum :
Ascomycota
Subphylum :
Saccharomycotina
Kelas :
Saccharomycetes
Order :
Saccharomycetales
Family :
Saccharomycetaceae
Genus :
Saccharomyces
Spesies :
S.
cerevisiae
Nama binomial :
Saccharomyces
cerevisiae
Saccharomyces cereviseae berbentuk bulat, oval, atau memanjang, dan mungkin
berbentuk pseudomiselium. Reproduksi
khamir dilakukan dengan cara pertunasan multipolar, atau melalui pembentukan askospora. Askospora dapat terbentuk setelah terjadi konjugasi, atau berasal
dari sel diploid.
Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologi
yang saling mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat
kompleks meliputi pemasukan nutrien dasar dari lingkungan ke dalam sel,
konversi bahan-bahan nutrien menjadi energi dan berbagai constituent vital cell serta perkembangbiakan. Pertumbuhan
mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel serta kecepatan
pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan kimia (Anonim, 2008a).
Saccharomyces cerevisiae merupakan spesies yang bersifat fermentatif kuat,
tetapi dengan adanya oksigen Saccharomyces
cerevisiae juga dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi
karbondioksida dan air. Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun
yang dihasilkan dari respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui
fermentasi. Saccharomyces cerevisiae akan mengubah 70% glukosa di
dalam substrat menjadi karbondioksida dan alkohol, sedangkan sisanya tanpa ada
nitrogen diubah menjadi produk penyimpanan cadangan. Produk penyimpanan
tersebut akan digunakan lagi melalui proses fermentasi endogenous jika glukosa
di dalam medium sudah habis (Fardiaz, S., 1992).
2.2.7.
Fermentasi
Afrianti (2004) menyatakan bahwa fermentasi berasal
dari bahasa latin ferfere yang
artinya mendidihkan, yaitu berdasarkan ilmu kimia terbentuknya gas-gas dari
suatu cairan kimia yang pengertiannya berbeda dengan air mendidih. Gas yang
terbentuk tersebut diantaranya
karbondioksida (CO2).
Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi, daya
cerna, serta membentuk citarasa yang spesifik. Fermentasi juga berperan dalam
pengawetan bahan pangan. Proses fermentasi telah dikenal sejak ribuan tahun
lalu melalui proses tradisional seperti pembuatan cuka, minuman beralkohol,
kecap, tauco, tempe, tape, dan lain-lain (Johartati, 1997).
Fermentasi merupakan kegiatan mikroorganisme baik
kapang, yeast, maupun bakteri pada bahan hasil pertanian. Beberapa jenis kapang
telah banyak dimanfaatkan dalam pengolahan pangan antara lain: jenis Rhyzopus oligosporus, Rhyzopus oryzae yang berperan dalam pembuatan
tempe, Neuspora sitophila yang menghasilkan miselium dengan pigmen orange pada
oncom, dan jenis-jenis kapang yang lain.
Perubahan-perubahan
baik secara fisik maupun kimiawi karena aktivitas mikroorganisme akan terjadi
selama proses fermentasi. Kapang yang berperan pada proses fermentasi akan
memproduksi enzim seperti enzim amilase, protease dan lipase. Enzim tersebut
akan memecah protein, lemak dan pati menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana. Beberapa fraksi hasil pemecahan merupakan senyawa-senyawa yang mudah
menguap, sehingga dapat memberikan kesedapan yang spesifik pada bahan.
Mikroorganisme
jenis bakteri dan yeast juga ikut aktif memproduksi enzim-enzim pada fermentasi
lanjutan selain kapang. Mikroba-mikroba
tersebut akan terus memecah/mengurai komponen-komponen yang terdapat
pada bahan sehingga terbentuk asam-asam organik seperti asam laktat dan asam
amino.
Senyawa
tersebut kemudian akan bereaksi dengan senyawa-senyawa lain yang merupakan
hasil dari proses fermentasi asam laktat dan alkohol. Reaksi antara asam-asam
organik, etanol atau alkohol lainnnya akan menghasilkan ester-ester yang merupakan senyawa pembentuk cita rasa
dan aroma. Reaksi antara asam amino dengan gula akan menyebabkan terjadinya
pencoklatan yang akan mempengaruhi mutu produk secara keseluruhan.
Khamir
banyak berperan pada proses fermentasi bahan pangan, seperti pada pembuatan
roti, bir, anggur, tape, dan brem. Meskipun fermentasi tape dan brem
menggunakan berbagai jenis mikroba, namun peranan yang sangat menonjol adalah
khamir, seperti Saccharomyces, Candida, Endomycopsis dan Hansenula,
sedangkan pada fermentasi bir, anggur dan roti menggunakan satu spesies khamir,
yaitu S. cereviceae. Khamir jenis ini merupakan isolat yang terkandung di
dalam ragi roti yang saat ini diproduksi dengan skala industri dengan
penggunaan molase sebagai medium. (Mat Kawari, 1997).
Beberapa
khamir berperan mengubah gula dari hasil degradasi pati oleh kapang menjadi
alkohol sehingga dapat dikatakan fermentasi dengan menggunakan beberapa jenis
khamir maupun fermentasi yang hanya memanfaatkan satu jenis khamir pada
prinsipnya sama.
Faktor
yang mempengaruhi proses fermentasi (Mat Kawari, 1997):
a.
Air
Khamir
tumbuh baik pada ketersediaan air yang banyak atau Aw tinggi, namun
jika dibandingkan dengan bakteri, beberapa jenis khamir dapat tumbuh pada
konsentrasi gula dan garam yang lebih tinggi. Khamir mempunyai Aw
minimum antara 0,88-0,94. Ragi bir Aw minimum yang dibutuhkan adalah 0,94; dan untuk ragi roti
adalah 0,91. Khamir yang bersifat osmofilik (khamir yang dapat hidup pada
larutan kadar garam/gula tinggi). Khamir dapat terhenti pertumbuhannya dalam
larutan gula atau garam yang mempunyai Aw
0,78.
b.
Substrat
Khamir
menggunakan bermacam-macam makanan diantaranya substrat yang mengandung unsur nitrogen,
yang berasal dari senyawa sederhana seperti amonium dan urea, sampai dengan
senyawa yang lebih kompleks seperti asam amino dan polipeptida untuk aktivitas
hidupnya. Beberapa jenis khamir menggunakan gula sebagai substrat utamanya.
Ragi roti menghasilkan CO2 sebagai hasil pemecahan gula pada
substrat. Hasil utama dari ragi yang bersifat fermentatif adalah alkohol,
misalnya dalam pembuatan anggur, bir dan alkohol.
c.
Suhu
Kisaran
suhu untuk pertumbuhan khamir, umumnya hampir sama dengan kapang (jamur), yaitu
pada suhu optimum 25-30oC dan suhu maksimum 35-47oC.
Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0oC atau kurang.
d.
Oksigen
Khamir digunakan dalam pembuatan tape
adalah S. cereviceae, bersifat
fermentatif kuat, tetapi dengan adanya oksigen,
S. cereviceae dapat melakukan
respirasi, yaitu mengoksidasi gula menjadi CO2 dan air. Karena itu,
khamir S. cereviceae sangat
tergantung dari kondisi pertumbuhannya, dapat bersifat fermentatif atau
oksidatif tergantung ketersediaan O2 pada bahan yang difermentasi.
e.
pH
Kebanyakan
khamir lebih menyukai keadaan asam, yaitu pada pH 4-4,5 dan tidak dapat tumbuh
baik pada keadaan basah, kecuali bila khamir tersebut sudah beradapatasi.
f.
Zat penghambat
Senyawa
penghambat yang harus dihindari agar proses fermentasi dapat berjalan lancar
dan hasil sesuai yang diharapkan. Senyawa pengahambat dapat berasal dari aktivitas
mikroorganisme lain yang tidak diinginkan atau dapat juga dari bahan yang ditambahkan
seperti gula, garam, dan asam yang melebihi dosis atau adanya bahan pengawet
seperti benzoat atau propionat.
2.2.8.
Alkohol
Pada abad ke-19 kata alkohol dipergunakan untuk
menyebut rasa essence, akan tetapi
kata alkohol secara umum digunakan untuk menyebut rasa anggur. Alkohol menurut
ilmu kimia adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (-OH)
sebagai gugus fungsionilnya (Arsyat, 2001). Sedangkan secara umum alkohol
adalah etanol dengan rumus kimia C2H5OH.
Alkohol merupakan cairan yang tidak berwarna,
jernih, mudah menguap, mudah terbakar dengan nyala biru yang tidak berasap,
rasa panas membakar.
Tabel 2.3. Sifat
kimia dan fisika alkohol
Sifat kimia dan fisika
|
Keterangan
|
Berat molekul
Kepadatan
Titik lebur
Titik didih
Titik bakar
Titik nyala
Batas ledak atas
Batas ledak bawah
|
46
0,791 g/mL
-117,3oC
78,3 oC
21oC
372 oC
19 % v/v
3,5 % v/v
|
Sumber : Soebagyo (1980)
Proses
pembuatan alkohol dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a.
Cara sintesis
yaitu dengan melakukan reaksi kimia elementer untuk mengubah bahan baku menjadi
alkohol.
b.
Cara fermentasi
yaitu dengan menggunakan aktivitas mikroba. Mikroba yang berperan dalam
pembuatan alkohol adalah ragi yaitu S.
cerevisiae (jenis utama) dan beberapa jenis lainnya seperti S. anamesis. Proses pembuatan alkohol
harus dalam keadaan pH rendah, maka biasanya ada penambahan asam selama proses
yaitu dengan asam sulfat, sedangkan suhu yang diperlukan berkisar antara 30-37oC.
Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi adalah etanol.
Etanol yang nama
lainnya aethanolum, etil alcohol,
adalah cairan yang bening, tidak berwarna, mudah mengalir, mudah menguap, mudah
terbakar, higroskopik dengan karakteristik bau spiritus dan rasa membakar,
mudah terbakar dengan api biru tanpa asap. Campur dengan air, kloroform, eter,
gliserol, dan hampir semua pelarut organik lainnya. Penyimpanan pada suhu 8 -15
°C, jauh dari api dalam wadah kedap udara dan dilindungi dari cahaya. Bahan ini
dapat memabukkan jika diminum. Etanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul
etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O
(Mardoni, dkk., 2007).
Alfin-slater dan
Aftergood (1980) dalam Linder (1960) menyatakan bahwa konsumsi alkohol juga
menyebabkan peningkatan kadar laktat dalam darah. Peningkatan kadar laktat
dalam darah dapat menyebabkan terjadinya penekanan ekskresi asam urat dalam
urine dan peningkatan asam urat dalam plasma, sehingga ketika terjadi
peningkatan asam urat dalam plasma, maka akan mengakibatkan seseorang akan
menderita penyakit asam urat.
Lehninger (1982) menyatakan bahwa alkohol yang
dikonsumsi secara berlebihan sangat menghambat glukoneogenesis pada hati dan
dapat menyebabkan defisiensi glukosa di dalam darah atau hipoglisemia. Pengaruh
alkohol ini terutama setelah seseorang melaksanakan aktivitas yang
melelahkan/fisik berat atau konsumsi rendah makanan, yaitu apabila etanol diberikan kepada manusia atau
hewan tersebut, maka dapat mengakibatkan tingkat glukosa dalam darah bisa
mengalami penurunan hingga 30 sampai 40 % konsentrasi normalnya.
2.2.9.
Destilasi Alkohol
Komponen dalam larutan ada solute dan solvent,
sehingga larutan didefinisikan sebagai campuran homogen solute dan solvent.
Larutan terbentuk karena adanya gaya tarik antara molekul solute dan solvent
dalam proses kelarutan. Apabila solvent berupa air maka disebut proses hidrasi.
Masalah yang berhubungan dengan cara memisahkan
solute atau solvent dari larutannya sering dihadapi dalam kimia. Jika solute
bukan volatil atau kurang volatil dibandingkan solventnya maka, solvent dapat
dipisahkan dengan destilasi.
Dasar pemisahan destilasi adalah perbedaan dua titik
didih dua cairan atau lebih. Jika campuran dipanaskan maka komponen yang titik
didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Pengaturan suhu secara cermat
komponen larutan akan menguap dan mengembunkan komponen demi komponen secara
bertahap. Proses pengembunan terjadi dengan mengalirkan uap ke tabung pendingin
(S, Sukri., 1999).
Bentuk modern destilasi pertama kali ditemukan oleh
ahli-ahli kimia Islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi
pada pemisahan alkohol menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik,
bahkan desain ini menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan destilasi
skala mikro, The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir Ibnu Hayyan
(721-815) yang lebih dikenal dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur
yang dapat terbakar, ia juga telah menemukan banyak peralatan dan proses kimia
yang bahkan masih banyak dipakai sampai saat kini, kemudian teknik penyulingan
diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi (801-873).
Pemisahan alkohol dari campurannya dan meningkatkan
kadar alkohol, beer perlu didistilasi. Maksud dan proses distilasi adalah untuk
memisahkan etanol dari campuran etanol air. Larutan yang terdiri dari
komponen-komponen yang berbeda nyata suhu didihnya, distilasi merupakan cara
yang paling mudah dioperasikan dan juga merupakan cara pemisahan yang secara
thermal adalah efisien. Air mendidih pada 100oC dan etanol mendidih
pada sekitar 77oC pada tekanan atmosfer. Perbedaan dalam titik didih
inilah yang memungkinkan pemisahan campuran etanol air. Prinsip: jika larutan
campuran etanol air dipanaskan, maka akan lebih banyak molekul etanol menguap
dari pada air. Jika uap-uap ini didinginkan (dikondensasi), maka konsentrasi
etanol dalam cairan yang dikondensasikan itu akan lebih tinggi dari pada dalam
larutan aslinya. Jika kondensat ini dipanaskan lagi dan kemudian
dikondensasikan, maka konsentrasi etanol akan lebih tinggi lagi. Proses ini
bisa diulangi terus, sampai sebagian besar dari etanol dikonsentrasikan dalam
suatu fasa. Campuran dengan titik didih yang sama (azeotrop) didapatkan pada
larutan 96% etanol. Jika larutan 96% alkohol ini dipanaskan, maka rasio molekul
air dan etanol dalam kondensat akan teap konstan sama. Jika dengan cara
distilasi ini, alkohol tidak bisa lebih pekat dari 96% (Harahap, 2003).
2.3.
Kerangka Pemikiran
Adapun kerangka
pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3. Kerangka pemikiran
penelitian
2.4.
Hipotesis
Berdasarkan
uraian tentang permasalahan dan kajian teori yang ada maka hipotesis penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berkut ini:
H0 = lama
fermentasi tidak berpengaruh terhadap kadar alkohol tape ketan putih (Oryza
sativa L. Var. Forma glutinosa)
dan tape singkong (Manihot utilissima
Pohl)
H1 = lama
fermentasi berpengaruh terhadap kadar alkohol tape ketan putih (Oryza
sativa L. Var. Forma glutinosa)
dan tape singkong (Manihot utilissima
Pohl)
BAB 3. METODE
PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian skripsi akan dilaksanakan di laboratorium
pengolahan dan laboratorium analisis
Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Jember yang dilaksanakan
kurang lebih empat bulan.
3.2.
Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
·
Kompor
·
Timbangan digital
·
Timbangan analitik
·
Dandang
·
Loyang
·
Baskom
|
·
Sendok
·
Plastik
·
Besek
·
Erlenmeyer
·
Labu ukur
·
Pipet ukur
·
Ball pipet
|
·
Kain saring
·
Destilator
·
Corong gelas
·
Kertas saring
·
Beaker glass
·
Aparatus titrasi
·
Gelas ukur
|
3.2.2. Bahan
·
Beras ketan putih
·
Singkong
·
Ragi tape
·
Alumunium foil
·
Aquades
·
NaOH 10%
|
·
H2SO4 25%
·
Pb asetat
·
Na-fosfat 8%
·
Larutan Luff Schoorl
·
HCL 3%
|
·
Na-thiosulfat 0,1N
·
Larutan amylum
·
KI 20%
·
H2SO4 26,5%
|
3.3.
Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis eksperimen dengan
rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial
(RALF).
Tabel
3.1. Rancangan Penelitian
Sampel
|
Ulangan
|
Lama Fermentasi
|
|||
L1
|
L2
|
L3
|
L4
|
||
S1
|
1
|
S1L1
|
S1L2
|
S1L3
|
S1L4
|
2
|
S1L1
|
S1L2
|
S1L3
|
S1L4
|
|
3
|
S1L1
|
S1L2
|
S1L3
|
S1L4
|
|
S2
|
1
|
S2L1
|
S2L2
|
S2L3
|
S2L4
|
2
|
S2L1
|
S2L2
|
S2L3
|
S2L4
|
|
3
|
S2L1
|
S2L2
|
S2L3
|
S2L4
|
Keterangan
:
S =
faktor 1 (bahan baku)
L =
faktor 2 (lama fermentasi)
|
3.4.
Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah
parameter utama dan parameter penunjang. Parameter utama meliputi kadar alkohol
dan organoleptik (warna, bau, rasa, kenampakan, dan tekstur), sedangkan
parameter penunjang meliputi kadar gula reduksi, kadar pati, dan berat.
3.5.
Prosedur Penelitian
3.4.1. Proses Pembuatan Tape Ketan Putih
a.
Timbang 1000
gram beras ketan putih dan ditampi untuk menghilangkan kotorannya dan dicuci
dengan airr sampai bersih lalu direndam selama 6 jam
b.
Beras ketan
ditanak selama 60 menit
c.
Setelah matang
nasi ketan putih diangkat atau ditiriskan dan didinginkan pada suhu ruang
selama ±1 jam
d.
Nasi ketan putih
ditimbang dengan berat 500 gram sebanyak 4 kali
e.
Sampel ditaburi
ragi (jumlah ragi didapatkan dari pra peneitian yang terpilih) lalu dibungkus
dengan besek yang sudah dialasi daun pisang dan ditutup rapat
f.
Sampel disimpan
selama 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam pada suhu kamar
g.
Masing-masing
perlakuan diulang hingga didapatkan 3 kali ulangan
3.4.2. Proses Pembuatan Tape Singkong
a.
Timbang 2000
gram singkong yang sudah dikupas, dibelah dan dicuci dengan air sampai bersih
b.
Singkong dikukus
selama 60 menit
c. Setelah matang
singkong diangkat atau ditiriskan dan didinginkan pada suhu ruang selama ±1 jam
d.
Singkong
ditimbang dengan berat 100 gram sebanyak 4 kali
e. Sampel ditaburi
ragi (jumlah ragi didapatkan dari pra penelitian yang terpilih) lalu dibungkus dengan besek yang sudah
dialasi daun pisang dan ditutup rapat
f.
Sampel disimpan
selama 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam pada suhu kamar
g.
Masing-masing
perlakuan diulang hingga didapatkan 3 kali ulangan
3.4.3. Prosedur Pengujian Tape
a.
Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik menggunakan panelis agak
terlatih yang berjumlah minimal 15 orang. Spesifikasi yang diamati meliputi:
·
Kenampakan yang
diamati bentuk yang rapi, bagus, seragam, utuh, kecerahan
·
Warna diamati
secara visual sebagai perinci jenis, tanda-tanda kerusakan, penunjuk tingkat
mutu dan pedoman proses pengolahan
·
Aroma diamati
untuk mengetahui enak tidaknya makanan yang belum dirasakan dengan indra penciuman,
aroma berkaitan dengan flavor
·
Rasa yang
diamati yaitu pahit, sangat manis, manis, agak manis, dan asam
·
Tekstur yang
diamati meliputi sifat kekerasan atau kelembekan.
b.
Analisis Kadar
Alkohol pada Tape Menggunakan Metode Destilasi
·
Tape diperas
dengan kain saring
·
Filtrat diambil
100 mL dimasukkan ke dalam labu destilasi
·
Filtrat
didestilasi dengan alat destilator
·
Kadar etanol
dibaca dengan memasukkan alkoholmeter ke dalam destilat
c.
Analisa Kadar
Pati
·
Timbang 2,5-5
gram sampel, masukkan ke dalam erlenmeyer
·
Tambahkan 200 mL
larutan HCl 3%, panaskan dengan pendingin balik sambil sekali-kali dikocok
·
Dinginkan dan
netralkan dengan NaOH 10%
·
Pindahkan
larutan ke dalam labu ukur 500 mL dan tambahkan aquades sampai tanda tera dan
saring
·
Pipet 10 mL
larutan ke dalam erlen meyer 250 mL, tambahkan 25 mL larutan Luff Schoorl yang telah disaring dan diberi batu
didih lalu tambah lagi 15 mL aquades. Buat blanko
·
Sampel dalam
erlenmeyer dan blanko dipanaskan dengan pendingin balik (atur pemanas sehingga
isi erlenmeyer mendidih dalam waktu 3 menit) dan pertahankan selama 10 menit
tepat
·
Dinginkan dengan
air mengalir, jangan digoyang-goyang, kemudian tambahkan 15 mL larutan KJ 20%
dan 25 mL H2SO4 25% secara perlahan-lahan
·
Setelah reaksi
yang terjadis selesai, titrasi dengan larutan thiosulfat (Na2S2O3)
0,1 N. Kanji digunakan sebagai indikator
d.
Analisa Kadar
Gula Reduksi
·
Ditimbang 5 g
sampel yang sudah dihaluskan, dimasukkan dalam labu ukur 250 mL, ditambahkan
aquades 50 mL dan bahan penjernih Pb-asetat tetes demi tetes. Kelebihan Pb
dihilangkan dengan menambahkan Na2C2O4.
Filtrat bebas Pb jika ditambahkan Na2C2O4
tetap jernih lalu ditambahkan aquades sampai tanda tera, disaring dengan kertas
saring.
·
Diambil 25 mL
filtrat dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah 25 mL larutan Luff Schoorl,
kemudian dipanaskan dengan hot plate hingga mendidih selama ±10 menit
·
Sampel
didinginkan lalu ditambah 15 mL KI 20% dan dengan hati-hati ditambahkan 25 mL H2SO4
26,5%
·
Larutan
dititrasi dengan laritan standar Natrium Thiosulfat 0,1 N memakai indikator
amylum hingga warna biru hilang.
·
Dibuat blanko
dengan menggunakan 25 mL larutan Luff Schoorl dan 25 mL aquades. Cara kerja
sama dengan sampel.
Kadar
gula reduksi (%) = mg kesetaraan x fp x 100%
mg
sampel
Keterangan:
mg kesetaraam =
mL thiosulfat titrasi blanko – mL
thiosulfat titrasi sampel yang dikoreksi dengan tabel Luff Schoorl
fp = faktor pengenceran
BAB 4. JADWAL
PELAKSANAAN SKRIPSI
4.1.
Jadwal Kegiatan
Rencana pelaksanaan tugas akhir yang berjudul Pengaruh
Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Putih (Oryza
sativa L. Var. Forma glutinosa ) dan Tape Singkong (Manihot utilissima Pohl) secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.1.
berikut ini.
Tabel 4.1. Jadwal
kegiatan
No
|
Kegiatan
|
Bulan ke-1
|
Bulan ke-2
|
Bulan ke-3
|
Bulan ke-4
|
||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Pembuatan
proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Persiapan
penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Pelaksanaan
penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Analisis
data penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Pembuatan
laporan penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB 5. PERKIRAAN
BIAYA SKRIPSI
5.1.
Anggaran Biaya
Perkiraan biaya
yang akan dikeluarkan dalam pelaksanaan kegiatan skripsi mulai penyusunan
hingga penjilidan laporan dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Anggaran
Biaya
No
|
Jenis Anggaran
|
Biaya (Rp)
|
1
|
Pembuatan
proposal
|
50.000
|
2
|
Seminar
|
200.000
|
3
|
Pelaksanaan
penelitian
|
2.000.000
|
4
|
Transportasi
|
50.000
|
5
|
Pembuatan
laporan
|
300.000
|
6
|
Ujian
skripsi
|
200.000
|
Total Biaya
|
2.800.000
|
Lampiran 1
Skala penilaian
organoleptik pada uji hedonik
Penilaian
|
Skor
|
Kriteria
|
Kenampakan
|
1
2
3
4
5
|
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Amat sangat suka
|
Bau
|
1
2
3
4
5
|
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Amat sangat suka
|
Rasa
|
1
2
3
4
5
|
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Amat sangat suka
|
Tekstur
|
1
2
3
4
5
|
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Amat sangat suka
|
Warna
|
1
2
3
4
5
|
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Amat sangat suka
|
Lampiran 2
Skala penilaian
organoleptik pada uji mutu hedonik
Penilaian
|
Skor
|
Kriteria
|
Kenampakan
|
1
2
3
4
5
|
Sangat pucat
Agak pucat
Cerah
Sangat cerah
Amat sangat cerah
|
Bau
|
1
2
3
4
5
|
Tidak berbau
Agak alkoholik
Alkoholik
Sangat alkoholik
Amat sangat alkoholik
|
Rasa
|
1
2
3
4
5
|
Sangat pahit
Agak pahit
Manis
Agak manis
Sangat manis
|
Tekstur
|
1
2
3
4
5
|
Keras
Agak keras
Lunak
Sangat lunak
Amat sangat lunak
|
Warna
|
1
2
3
4
5
|
Coklat
Kuning kecoklatan
Kuning
Putih kekuningan
Putih
|
0 komentar:
Posting Komentar