Minggu, 14 September 2014

Nama              :    Nana Nasyatus Sholikhah
NIM                :    B41111039
DPU                :    Ir. Agus Santoso, M.Si.
DPA                :    Ir. Bambang Poerwanto, MP.

PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP KADAR ALKOHOL TAPE KETAN PUTIH  (Oryza sativa L. Var. Forma glutinosa ) DAN TAPE SINGKONG (Manihot utilissima Pohl)

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan (Anonim, 2006). Rahman (1992) menyatakan bahwa fermentasi merupakan suatu aktivitas mikroba baik aerob maupun anaerob untuk mendapatkan energi dan terjadi perubahan atau transformasi kimiawi substrat organik. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai.
Fermentasi diartikan sebagai suatu proses oksidasi, reduksi yang terdappat di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi yang mana sebagai donor dan aseptor elektron digunakan senyawa organik. Senyawa organik tersebut akan diubah menjadi sederetan reaksi yang dikatalis oleh enzim menjadi suatu bentuk lain, contohnya aldehid, alkohol dan jika terjadi oksidasi lebih lanjut akan terbentuk asam (Winarno dan Fardiaz, 1990).
Proses fermentasi karbohidrat mengalami perubahan kadar gula dimana salah satunya disebabkan oleh waktu inkubasi. Gula terbentuk selama fermentasi sebagai akibat adanya perbedaan strain yang terdapat pada ragi dan aktivitas yang dilakukan mikroba pada ragi (Hidayat dkk, 2000).
Kelompok kapang yang digunakan adalah golongan jenis Mucor dan Rhizhopus. Sedangkan kelompok khamir adalah Candida, Saccharomyces, Hansenula dan sebagainya (Saono dkk, 1974, Ardhana, 1982 dalam Ardhana 2000). Perbedaan kandungan mikroba yang berbeda pada merk ragi akan berpengaruh ada kestabilan pertumbuhan masing-masing mikroba. Ketika pertumbuhannya mengalami perbedaan, maka dapat mengakibatkan hasil fermentasinya berbeda. Perbedaan tersebut karena komposisi gizi dan kandungan mikroba dalam ragi yang tidak sama dan akan mempengaruhi cepat atau lambatnya proses fermentasi (Winarno, 1994).
Tape merupakan salah satu produk pengolahan bahan hasil pertanian yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Tape pada dasarnya dapat dibuat dari bahan pangan yang mengandung karbohidrat yang tinggi seperti singkong, ketan hitam, ketan putih, dan lain-lain. Tape dibuat dengan proses fermentasi dimana terjadi perombakan pati menjadi gula sederhana dan gula menjadi alkohol.
Fermentasi akan terus berlangsung setelah tahap optimum fermentasi terlampaui sehingga apabila tape sudah masak harus segera dikonsumsi, karena jika tape tidak segera dikonsumsi dapat mengakibatkan perubahan rasa tape, kadar alkohol, kadar gula dan lain-lain (Anonim, 2006). Rasa manis pada tape dipengaruhi oleh kandungan kadar gula yang dimiliki. Pati akan diubah menjadi gula oleh kapang jenis Clamydomucor, kemudian oleh khamir jenis Saccharomyces cereviseae gula diubah menjadi alkohol selama fermentasi. Rasa asam pada tape dapat timbul karena perlakuan-perlakuan yang kurang teliti, seperti penambahan ragi yang berlebihan dan penutupan yang kurang rapat pada saat fermentasi. Selain itu, rasa asam pada tape dapat terjadi bila fermentasi berlangsung terus lanjut (Anonim, 1982).
Perbedaan mutu tape dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: bahan baku dan cara pembuatan ragi tape, kandungan mikroorganisme ragi tape, dosis ragi sebagai inokulum, penyimpanan ragi, suhu dan lama inkubasi/fermentasi tape (Kartika, 1992).
Alfin-slater dan Aftergood (1980) menyatakan bahwa konsumsi alkohol juga menyebabkan peningkatan kadar laktat dalam darah. Peningkatan kadar laktat dalam darah dapat menyebabkan terjadinya penekanan ekskresi asam urat dalam urine dan peningkatan asam urat dalam plasma sehingga ketika terjadi peningkatan asam urat dalam plasma akan mengakibatkan seseorang menderita penyakit asam urat.
Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Putih  (Oryza sativa L. Var. Forma glutinosa ) dan Tape Singkong (Manihot utilissima Pohl).

1.2.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya yaitu pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol pada tape ketan putih dan tape singkong. Alternatif pemecahannya dengan membuat tape ketan putih dan tape singkong dengan berbagai tingkat lama fermentasi sehingga diperoleh tape dengan karakteristik yang baik.

1.3.       Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1.      Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Putih  (Oryza sativa L. Var. Forma glutinosa ) dan Tape Singkong (Manihot utilissima Pohl).

1.3.2.      Tujuan Khusus
Mendapatkan waktu fermentasi yang menghasilkan tape ketan putih dan tape singkong dengan karakteristik terbaik.

1.4.       Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan, maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1.      Memberikan informasi tentang pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol pada tape ketan putih dan tape singkong
1.4.2.      Memberikan informasi tentang lama fermentasi tape ketan putih dan tape singkong dengan karakteristik terbaik

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.       Penelitian Terdahulu
Peneliti Hafidatul Hasanah (2008) dengan judul “Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Hitam (Oryza sativa L var forma glutinosa) dan Tape Singkong (Manihot utilissima Pohl)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap kadar etanol tape ketan hitam dan tape singkong, untuk mengetahui perbedaan kadar etanol tape ketan hitam dengan tape singkong. Metode yang digunakan untuk memisahkan dua atau lebih komponen volatil dan non volatil dari tape adalah metode destilasi, untuk analisis kadar etanol menggunakan metode kromatografi gas (GC). Sampel tape ketan hitam dan tape singkong yang telah difermentasi selama 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam dan 120 jam ditumbuk sampai halus dan ditambah aquades. Campuran yang diperoleh didestilasi, destilat yang dihasilkan dimasukkan dalam botol dan ditimbang dengan satuan gram. Destilat yang sudah ditimbang dianalisis menggunakan metode kromatografi gas. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varians (ANOVA) untuk menguji adanya perbedaan konsentrasi kadar (%) akohol tape ketan hitam dan tape singkong selama fermentasi. Apabila terjadi perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol tape ketan ketan hitam dan tape singkong. Kadar etanol tape ketan hitam berturut-turut sebesar 0.388 %, 1.176%, 1.056%, 3.884% dan 7.581%. Lama fermentasi 96 dan 120 jam berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap kadar etanol tape ketan hitam diantara lama fermentasi lainnya. Kadar etanol tape singkong berturut-turut sebesar 0.844%, 2.182%, 4.904%, 6.334%, dan 11.811%. Lama fermentasi 120 jam berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) pada kadar etanol tape singkong di antara lama fermentasi lainnya. Perbedaan kadar etanol yang sangat signifikan antara tape ketan hitam dan tape singkong didapatkan dari uji BNT.
Peneliti Aan Mau’izhatul Hasanah (2007) dengan judul “Pengaruh Merk Ragi Dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Putih (Oryza sativa L. Var. Forma glutinosa)”. Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui pengaruh total mikroba pada merk ragi terhadap kadar alkohol tape ketan putih, (2) Untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol tape ketan putih, (3) Untuk mengetahui pengaruh interaksi kandungan mikroba pada merk ragi dan lama fermentasi terhadap kadar alkohol tape ketan putih. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan variabel bebas: total mikroba pada merk ragi dan lama fermentasi, sedangkan vaiabel terikat adalah alkohol. Rancangan penelitian yang digunakan adalah RALFaktorial dengan 14 perlakuan dan masing-masing 3 kali ulangan. Penelitian dilakukan di Laboratorium THP Universitas Brawijaya dan Laboratorium Kimia UMM Malang. Pengukuran alkohol dilakukan metode Oksidasi Bikromat. Analisis penelitian dilakukan dengan menggunakan ANOVA Ganda yang dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT dengan taraf signifikasi 5%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Merk Ragi tidak berpengaruh terhadap kadar alkohol tape ketan putih, jenis kapang merk NKL Solo 1,4 x 107, kapang merk Jalak jombang 1,6 x 107, khamir merk NKL Solo 2,3 x 107, khamir merk Jalak Jombang 2,0 x 107, Bakteri merk NKL Solo 2,3 x 107 dan bakteri merk Jalak Jombang 3,0 x 107. 2. Kadar alkohol lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap kadar alkohol. Fermentasi 24 jam merk NKL Solo 0,951%, merk Jalak Jombang 0,79% merupakan hasil yang terendah dalam proses fermentasi dan fermentasi 166 jam merupakan hasil yang tertinggi untuk yaitu merk NKL Solo adalah 11,053 %, dan merk NKL Solo 11,025%. 3. Tidak ada pengaruh yang nyata dari interaksi pemakaian jenis merk ragi dan lama fermentasi terhadap kadar alkohol tape ketan putih.

2.2.       Landasan Teori
2.2.1.      Ketan Putih (Oryza sativa L. Var. Forma glutinosa)
Maimunah (2003) menyatakan bahwa ketan merupakan salah satu varietas padi yang tumbuh semusim. Tumbuhan ini mempunyai lidah tanaman yang panjangnya 1-4 mm dan bercangkap dua. Helaian daun berbentuk garis dengan panjang 15-80 cm, kebanyakan tepi kasar, mempunyai malai dengan panjang 15-40 cm yang tumbuh ke atas dengan akar menggantung. Malai ini bercabang-cabang dan biasanya cabang tersebut kasar.
Menurut Steens (1988) dalam taksonomi beras ketan putih adalah sebagai berikut:
Divisio          :    Spermatophyta
Kelas            :    Angiospermae
Ordo             :    Graminales
Famili           :    Graminea
Genus           :    Oryza
Spesies          :    Oryza sativa L.
Varietas        :    Oryza sativa L. Var. Forma glutinous
Amilopektin terkandung pada hampir seluruh beras ketan, sehingga daya lekat pada beras ketan jauh lebih lekat dibanding dengan beras yang biasa digunakan sebagai makanan pokok orang Indonesia. Menurut Suhardjo (1986), kadar lemak dalam beras ketan tidak terlalu tinggi yaitu rata-rata 0,7% dan kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam oleat, asam palmitat, akan tetapi kandungan vitamin dan mineral beras ketan sangat rendah. Vitamin yang terkandung dalam beras ketan adalah thiamin, riboflavin dan niasin, sedangkan mineral yang terkandung dalam beras ketan adalah besi, kalsium, fosfor, dan lain-lain.
2.2.2.      Singkong (Manihot utilissima Pohl)
Tanaman singkong (manihot utilisima) mulai menghasilkan umbi setelah berumur 6 bulan. Tanaman yang sudah berumur 12 bulan dapat menghasilkan umbi basah sampai 30 ton per ha. Singkong segar mengandung air 70 %, pati 22%, protein 1,2 % dan lemak 0,4 %. Secara umum dikenal singkong manis dan singkong pahit. Rasa pahit pada singkong terutama disebabkan oleh racun HCN. Kandungan HCN pada singkong pahit mencapai 100 mg/kg, sedangkan pada singkong manis adalah sekitar 40 mg/kg (Syarif, 1997).
Taksonomi singkong adalah sebagai berikut (Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2005):
Kerajaan              :    Plantae
Divisio                 :    Spermatophyta
Kelas                   :    Dicotyledoneae
Ordo                    :    Euphorbiales
Familia                 :    Euphorbiaceae
Genus                  :    Manihot
Spesies                 :    Manihot esculenta
Nama binomial    :    Manihot esculenta Crantz

Tabel 2.1. Singkong mempunyai kandungan kimia per 100 gram (Lingga, 2005):
Zat makanan
Jumlah
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Zat kapur (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin A (SI)
Tiamin (mg)
Vitamin C (mg)
146,0
1,2
0,3
34,7
33,0
40,0
0,7
0
20,0
38,0

Singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung (per 100 gram) : vitamin A 11000 SI, vitamin C 275 mg, vitamin B1 0,12 mg, kalsium 165 mg, kalori 73 kal, fosfor 54 mg, protein 6,8 gram, lemak 1,2 gram, hidrat arang 13 gram, zat besi 2 mg, asam amino metionin dan 87 % bagian daun dapat dimakan. Singkong mengandung (per 100 gram) : vitamin B1 0,06 mg, vitamin C 30 mg dan 75 % bagian buah dapat dimakan, sedangkan kulit batang singkong mengandung tanin, enzim peroksidase, glikosida dan kalsium oksalat (Anonim, 2007).

2.2.3.      Tape
Tape merupakan makanan yang dihasilkan dari proses fermentasi. Tape adalah makanan tradisional yang sangat populer di masyarakat. Bahan dasar pembuatan tape bisa berupa singkong, ketan hitam, ketan putih, dan pisang  (Afrianti, 2004). Pada dasarnya tape dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbohidrat tinggi.
Tape merupakan produk yang mudah rusak, karena fermentasi akan terus setelah tahap optimum fermentasi telah tercapai terlampaui sehingga apabila tape sudah masak harus segera dikonsumsi, tape dapat bertahan selama 2-3 hari bila disimpan dalam suhu kamar (Hidayat, 2006).
Rasa manis pada tape dipengaruhi oleh kadar gula dalam tape. Proses fermentasi akan mengubah pati menjadi gula oleh kapang jenis  Clamydomucor dan gula akan diubah menjadi alkohol oleh khamir jenis Saccharomyces cereviseae. Rasa asam pada tape dapat timbul karena perlakuan-perlakuan yang kurang teliti, seperti penambahan ragi yang berlebihan dan penutupan yang kurang rapat pada saat fermentasi. Selain itu, rasa asam pada tape dapat terjadi apabila fermentasi berlangsung terlalu lanjut (Anonim, 1982).
Makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dibanding dengan bahan dasar pembuatan tape. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroba memecah komponen-komponen yang komplek menjadi zat yang lebih sederhana, sehingga dengan adanya perubahan tersebut akan memudahkan dalam proses pencernaan makanan. Kandungan makanan hasil fermentasi biasanya kandungan protein yang terkandung lebih banyak dibanding dengan biasanya (Winarno, 1984).

2.2.4.      Tape Ketan Putih
Tape pada dasarnya dapat dibuat dari berbagai bahan baku sumber karbohidrat seperti beras ketan putih, beras ketan hitam dan singkong. Tape ketan putih merupakan hasil fermentasi dari bahan dasar ketan putih yang ditambahkan ragi tape. Tape beras ketan umumnya dibuat untuk sajian dan sekarang banyak dibuat untuk dikonsumsi dan dijual (Hasanah, 2008).

Tabel 2.2. Komposisi gizi tape ketan putih dalam 100 gram bahan
Zat gizi
Jumlah
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin B1 (mg)
Air (g)
172
3,0
0,5
37,5
6
35
0,5
0,04
58,9
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI

Proses pembuatan tape ketan putih diawali dengan pencucian beras ketan kemudian perendaman dilakukan selama semalam. Beras ketan yang sudah direndam ditanak hingga matang. Nasi ketan yang sudah dicampur dengan ragi tape lalu dimasukkan ke dalam wadah yang dilapisi daun pisang dan difermentasi selama 1-3 hari pada suhu kamar. Fermentasi akan mengubah pati menjadi gula dan gula menjadi alkohol.
Menurut Winarno (1984) makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Tape ketan putih mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya karena aktivitas mikroba memecah komponen-komponen kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk dicerna. Mikroba juga dapat mensintesa beberapa vitamin dan faktor-faktor pertumbuhan badan lainnya, seperti riboflavin, vitamin B12, dan provitamin A.



2.2.5.      Tape Singkong
Singkong merupakan salah satu bahan makanan yang kaya karbohidrat (sumber energi). Pada proses pembuatan tape, karbohidat mengalami proses peragian oleh mikroba atau jasad renik tertentu, sehingga sifat-sifat bahan berubah menjadi lebih enak dan sekaligus mudah dicerna (Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2005).

Tabel 2.3. Komposisi gizi tape singkong dalam 100 gram bahan
Zat gizi
Jumlah
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin B1 (mg)
Air (g)
173
0,5
0,1
42,5
30
30
0
0,07
56,1
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI

Cara membuat tape singkong, singkong kupas lalu dicuci, kemudian ditanak. Singkong dingin dicampur ragi komersial, dimasukkan dalam wadah yang dilapisi daun pisang dan difermentasi selama 1-3 hari pada suhu kamar, proses fermentasi yang mengubahnya menjadi tape. Perubahan bentuk pati menjadi glukosa lalu menjadi alkohol terjadi pada saat peragian ini.
Tape dari singkong yang berdaging kuning lebih enak daripada yang berwarna putih, karena singkong berwarna kuning dagingnya lebih halus tanpa ada serat-serat kasar. Bambang Admadi Harsojuwono dalam Arixs (2005) menyatakan bahwa daging singkong yang berwarna kuning bukan hanya lebih enak tetapi mempunyai kandungan vitamin A yang cukup tinggi.

2.2.6.      Ragi
Buckle et.all. (1985) menyatakan bahwa proses fermentasi merupakan hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan, untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan dapat dibedakan dari mikoba-miktoba yang menyebabkan kerusakan dan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Mikroba yang penting yaitu bakteri pembentuk asam laktat, bakteri pembentuk asam asetat dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol.
Ragi tape adalah bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan tape, baik singkong dan beras ketan. Dwijoseputro dalam Tarigan (1988) menyatakan bahwa ragi tape merupakan populasi campuran yang terdiri dari spesies-spesies genus Aspergillus, Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan bakteri Acerobacter. Genus tersebut hidup bersama-sama secara sinergis. Aspergillus menyederhanakan tepung menjadi glukosa serta memproduksi enzim glukoamilase yang akan memecah pati dengan mengeluarkan unit-unit glukosa, sedangkan Saccharomyces, Candida dan Hansenulla menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macan zat organik lain. Sementara itu Acetobacter dapat merombak alkohol menjadi asam. Beberapa jenis jamur juga terdapat dalam ragi tape, yaitu  Chlamydomucor oryzae, Mucor sp, dan Rhyzopus sp.
Ragi yang umum digunakan berbentuk bulat kering, warna putih dengan diameter 5-6 cm dan ketebalan sekitar 0,5 cm. Ragi yang baik untuk pembuatan tape membutuhkan adanya kapang Amylomyces rouxii (Merican dan Quee-Lan, 1989). Beuchat dalam Prihatiningsih (2000) menyatakan bahwa ragi mengandung sejumlah zat gizi antara lain karbohidrat, protein, lemak, vitamin B dan fosfor.

Tabel 2.4. Kandungan Gizi Ragi per 100 gram
Kandungan Gizi
Jumlah
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Air
136 kal
43,0 g
2,4 g
3,0 g
140 mg
1900 mg
20,0 mg
0
6000 mg
0
10 g
Sumber : Direktorat Depkes RI (1981)

Wanto dan Arif Subagyo (2004) menyatakan bahwa khamir merupakan fungi bersel tunggal sederhana, kebanyakan bersifat saprofitik dan biasanya terdapat dalam tumbuh-tumbuhan yang mengandung karbohidrat. Khamir dapat diisolasi dari tanah yang berasal dari kebun anggur, kebun buah-buahan dan biasanya khamir berada di dalam cairan yang mengandung gula, seperti cairan buah, madu, sirup, dan sebagainnya. Bentuk sel khamir biasanya bulat, oval, dan biasanya tidak mempunyai flagella. Khamir berkembang biak dengan bertunas, membelah diri dan pembentukan spora.
Sel-sel khamir mempunyai lapisan dinding luar yang terdiri dari polisakarida kompleks dan di dalamnya terletak membran sel. Khamir dapat tumbuh dalam media cair dan padat. Pembelahan sel terjadi secara aseksual dengan pembentukan tunas, suatu proses yang merupakan sifat khas dari khamir (Buckle et.all., 1985).
Kisaran suhu pertumbuhan untuk khamir adalah sama dengan suhu optimum pada kapang sekaitar 25-30 0C dan suhu maksimum kirakira 35-47 0C. Pertumbuhan khamir pada umumnya lebih baik pada suasana asam dengan pH 4-4,5, dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali, kecuali jika telah beradaptasi. Khamir tumbuh pada kondisi aerobik, tetapi yang bersifat fermentatif dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat (Fardiaz, S., 1992).
Khamir mempunyai kemampuan untuk memecah pangan karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida. Proses ini diketahui sebagai fermentasi alkohol yaitu proses anaerob. Khamir mempunyai sekumpulan enzim yang diketahui sebagai zymase yang berperan pada fermentasi senyawa gula, seperti glukosa menjadi etanol dan karbondioksida.
C6H12O6           →        2C2H5OH        +          2CO2
Glukosa                       Etanol                          Karbondioksida

 Jika pemberian O2 berlebihan, sel khamir akan melakukan respirasi secara aerobik, dalam keadaan ini enzim khamir dapat memecah senyawa gula lebih sempurna, dan akan dihasilkan karbondioksida dan air.
C6H12O6           +          6O2      →        6CO2               +          6H2O
Glukosa                       Oksigen           Karbondioksida          Air
Jenis khamir yang biasanya dipakai dalam indutri fermentasi alkohol adalah jenis Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces cereviseae adalah jenis khamir utama yang berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir, anggur, dan juga digunakan untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti dan fermentasi tape. Kultur yang dipilih harus dapat tumbuh dengan baik dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap alkohol serta mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak (Irianto, K., 2006).
Gambar 2.1. Saccharomyces cereviseae

Saccharomyces cereviseae dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Muhtadi, 1997):
Kingdom                  :    Fungi
Phylum                     :    Ascomycota
Subphylum               :    Saccharomycotina
Kelas                        :    Saccharomycetes
Order                        :    Saccharomycetales
Family                      :    Saccharomycetaceae
Genus                       :    Saccharomyces
Spesies                     :    S. cerevisiae
Nama binomial         :    Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cereviseae berbentuk bulat, oval, atau memanjang, dan mungkin berbentuk pseudomiselium. Reproduksi khamir dilakukan dengan cara pertunasan multipolar, atau melalui pembentukan askospora. Askospora dapat terbentuk setelah terjadi konjugasi, atau berasal dari sel diploid.
Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologi yang saling mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks meliputi pemasukan nutrien dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi bahan-bahan nutrien menjadi energi dan berbagai constituent vital cell serta perkembangbiakan. Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan kimia (Anonim, 2008a).
Saccharomyces cerevisiae merupakan spesies yang bersifat fermentatif kuat, tetapi dengan adanya oksigen Saccharomyces cerevisiae juga dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air. Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun yang dihasilkan dari respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui fermentasi. Saccharomyces cerevisiae akan mengubah 70% glukosa di dalam substrat menjadi karbondioksida dan alkohol, sedangkan sisanya tanpa ada nitrogen diubah menjadi produk penyimpanan cadangan. Produk penyimpanan tersebut akan digunakan lagi melalui proses fermentasi endogenous jika glukosa di dalam medium sudah habis (Fardiaz, S., 1992).

2.2.7.      Fermentasi
Afrianti (2004) menyatakan bahwa fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan, yaitu berdasarkan ilmu kimia terbentuknya gas-gas dari suatu cairan kimia yang pengertiannya berbeda dengan air mendidih. Gas yang terbentuk  tersebut diantaranya karbondioksida (CO2).
Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi, daya cerna, serta membentuk citarasa yang spesifik. Fermentasi juga berperan dalam pengawetan bahan pangan. Proses fermentasi telah dikenal sejak ribuan tahun lalu melalui proses tradisional seperti pembuatan cuka, minuman beralkohol, kecap, tauco, tempe, tape, dan lain-lain (Johartati, 1997).
Fermentasi merupakan kegiatan mikroorganisme baik kapang, yeast, maupun bakteri pada bahan hasil pertanian. Beberapa jenis kapang telah banyak dimanfaatkan dalam pengolahan pangan antara lain: jenis Rhyzopus oligosporus, Rhyzopus oryzae yang berperan dalam pembuatan tempe, Neuspora sitophila yang menghasilkan miselium dengan pigmen orange pada oncom, dan jenis-jenis kapang yang lain.
Perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi karena aktivitas mikroorganisme akan terjadi selama proses fermentasi. Kapang yang berperan pada proses fermentasi akan memproduksi enzim seperti enzim amilase, protease dan lipase. Enzim tersebut akan memecah protein, lemak dan pati menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Beberapa fraksi hasil pemecahan merupakan senyawa-senyawa yang mudah menguap, sehingga dapat memberikan kesedapan yang spesifik pada bahan.
Mikroorganisme jenis bakteri dan yeast juga ikut aktif memproduksi enzim-enzim pada fermentasi lanjutan selain kapang. Mikroba-mikroba  tersebut akan terus memecah/mengurai komponen-komponen yang terdapat pada bahan sehingga terbentuk asam-asam organik seperti asam laktat dan asam amino.
Senyawa tersebut kemudian akan bereaksi dengan senyawa-senyawa lain yang merupakan hasil dari proses fermentasi asam laktat dan alkohol. Reaksi antara asam-asam organik, etanol atau alkohol lainnnya akan menghasilkan ester-ester  yang merupakan senyawa pembentuk cita rasa dan aroma. Reaksi antara asam amino dengan gula akan menyebabkan terjadinya pencoklatan yang akan mempengaruhi mutu produk secara keseluruhan.
Khamir banyak berperan pada proses fermentasi bahan pangan, seperti pada pembuatan roti, bir, anggur, tape, dan brem. Meskipun fermentasi tape dan brem menggunakan berbagai jenis mikroba, namun peranan yang sangat menonjol adalah khamir, seperti Saccharomyces, Candida, Endomycopsis dan Hansenula, sedangkan pada fermentasi bir, anggur dan roti menggunakan satu spesies khamir, yaitu S. cereviceae. Khamir jenis ini merupakan isolat yang terkandung di dalam ragi roti yang saat ini diproduksi dengan skala industri dengan penggunaan molase sebagai medium. (Mat Kawari, 1997).
Beberapa khamir berperan mengubah gula dari hasil degradasi pati oleh kapang menjadi alkohol sehingga dapat dikatakan fermentasi dengan menggunakan beberapa jenis khamir maupun fermentasi yang hanya memanfaatkan satu jenis khamir pada prinsipnya sama.
Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi (Mat Kawari, 1997):
a.                  Air
Khamir tumbuh baik pada ketersediaan air yang banyak atau Aw tinggi, namun jika dibandingkan dengan bakteri, beberapa jenis khamir dapat tumbuh pada konsentrasi gula dan garam yang lebih tinggi. Khamir mempunyai Aw minimum antara 0,88-0,94. Ragi bir Aw minimum yang  dibutuhkan adalah 0,94; dan untuk ragi roti adalah 0,91. Khamir yang bersifat osmofilik (khamir yang dapat hidup pada larutan kadar garam/gula tinggi). Khamir dapat terhenti pertumbuhannya dalam larutan  gula atau garam yang mempunyai Aw 0,78.

b.                  Substrat
Khamir menggunakan bermacam-macam makanan diantaranya substrat yang mengandung unsur nitrogen, yang berasal dari senyawa sederhana seperti amonium dan urea, sampai dengan senyawa yang lebih kompleks seperti asam amino dan polipeptida untuk aktivitas hidupnya. Beberapa jenis khamir menggunakan gula sebagai substrat utamanya. Ragi roti menghasilkan CO2 sebagai hasil pemecahan gula pada substrat. Hasil utama dari ragi yang bersifat fermentatif adalah alkohol, misalnya dalam pembuatan anggur, bir dan alkohol.

c.                  Suhu
Kisaran suhu untuk pertumbuhan khamir, umumnya hampir sama dengan kapang (jamur), yaitu pada suhu optimum 25-30oC dan suhu maksimum 35-47oC. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0oC atau kurang.

d.                 Oksigen
Khamir digunakan dalam pembuatan tape adalah S. cereviceae, bersifat fermentatif kuat, tetapi dengan adanya oksigen,  S. cereviceae dapat melakukan respirasi, yaitu mengoksidasi gula menjadi CO2 dan air. Karena itu, khamir S. cereviceae sangat tergantung dari kondisi pertumbuhannya, dapat bersifat fermentatif atau oksidatif tergantung ketersediaan O2 pada bahan yang difermentasi.

e.                  pH
Kebanyakan khamir lebih menyukai keadaan asam, yaitu pada pH 4-4,5 dan tidak dapat tumbuh baik pada keadaan basah, kecuali bila khamir tersebut sudah beradapatasi.

f.                   Zat penghambat
Senyawa penghambat yang harus dihindari agar proses fermentasi dapat berjalan lancar dan hasil sesuai yang diharapkan. Senyawa pengahambat dapat berasal dari aktivitas mikroorganisme lain yang tidak diinginkan atau dapat juga dari bahan yang ditambahkan seperti gula, garam, dan asam yang melebihi dosis atau adanya bahan pengawet seperti benzoat atau propionat.

2.2.8.      Alkohol
Pada abad ke-19 kata alkohol dipergunakan untuk menyebut rasa essence, akan tetapi kata alkohol secara umum digunakan untuk menyebut rasa anggur. Alkohol menurut ilmu kimia adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (-OH) sebagai gugus fungsionilnya (Arsyat, 2001). Sedangkan secara umum alkohol adalah etanol dengan rumus kimia C2H5OH.
Alkohol merupakan cairan yang tidak berwarna, jernih, mudah menguap, mudah terbakar dengan nyala biru yang tidak berasap, rasa panas membakar.
Tabel 2.3. Sifat kimia dan fisika alkohol
Sifat kimia dan fisika
Keterangan
Berat molekul
Kepadatan
Titik lebur
Titik didih
Titik bakar
Titik nyala
Batas ledak atas
Batas ledak bawah
46
0,791 g/mL
                         -117,3oC
78,3 oC
21oC
372 oC
19 % v/v
3,5 % v/v
Sumber : Soebagyo (1980)
Proses pembuatan alkohol dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a.    Cara sintesis yaitu dengan melakukan reaksi kimia elementer untuk mengubah bahan baku menjadi alkohol.
b.    Cara fermentasi yaitu dengan menggunakan aktivitas mikroba. Mikroba yang berperan dalam pembuatan alkohol adalah ragi yaitu S. cerevisiae (jenis utama) dan beberapa jenis lainnya seperti S. anamesis. Proses pembuatan alkohol harus dalam keadaan pH rendah, maka biasanya ada penambahan asam selama proses yaitu dengan asam sulfat, sedangkan suhu yang diperlukan berkisar antara 30-37oC. Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi adalah etanol.

Etanol yang nama lainnya aethanolum, etil alcohol, adalah cairan yang bening, tidak berwarna, mudah mengalir, mudah menguap, mudah terbakar, higroskopik dengan karakteristik bau spiritus dan rasa membakar, mudah terbakar dengan api biru tanpa asap. Campur dengan air, kloroform, eter, gliserol, dan hampir semua pelarut organik lainnya. Penyimpanan pada suhu 8 -15 °C, jauh dari api dalam wadah kedap udara dan dilindungi dari cahaya. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum. Etanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O (Mardoni, dkk., 2007).
Alfin-slater dan Aftergood (1980) dalam Linder (1960) menyatakan bahwa konsumsi alkohol juga menyebabkan peningkatan kadar laktat dalam darah. Peningkatan kadar laktat dalam darah dapat menyebabkan terjadinya penekanan ekskresi asam urat dalam urine dan peningkatan asam urat dalam plasma, sehingga ketika terjadi peningkatan asam urat dalam plasma, maka akan mengakibatkan seseorang akan menderita penyakit asam urat.
Lehninger (1982) menyatakan bahwa alkohol yang dikonsumsi secara berlebihan sangat menghambat glukoneogenesis pada hati dan dapat menyebabkan defisiensi glukosa di dalam darah atau hipoglisemia. Pengaruh alkohol ini terutama setelah seseorang melaksanakan aktivitas yang melelahkan/fisik berat atau konsumsi rendah makanan, yaitu  apabila etanol diberikan kepada manusia atau hewan tersebut, maka dapat mengakibatkan tingkat glukosa dalam darah bisa mengalami penurunan hingga 30 sampai 40 % konsentrasi normalnya.

2.2.9.      Destilasi Alkohol
Komponen dalam larutan ada solute dan solvent, sehingga larutan didefinisikan sebagai campuran homogen solute dan solvent. Larutan terbentuk karena adanya gaya tarik antara molekul solute dan solvent dalam proses kelarutan. Apabila solvent berupa air maka disebut proses hidrasi.
Masalah yang berhubungan dengan cara memisahkan solute atau solvent dari larutannya sering dihadapi dalam kimia. Jika solute bukan volatil atau kurang volatil dibandingkan solventnya maka, solvent dapat dipisahkan dengan destilasi.
Dasar pemisahan destilasi adalah perbedaan dua titik didih dua cairan atau lebih. Jika campuran dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Pengaturan suhu secara cermat komponen larutan akan menguap dan mengembunkan komponen demi komponen secara bertahap. Proses pengembunan terjadi dengan mengalirkan uap ke tabung pendingin (S, Sukri., 1999).
Bentuk modern destilasi pertama kali ditemukan oleh ahli-ahli kimia Islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada pemisahan alkohol menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik, bahkan desain ini menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan destilasi skala mikro, The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir Ibnu Hayyan (721-815) yang lebih dikenal dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat terbakar, ia juga telah menemukan banyak peralatan dan proses kimia yang bahkan masih banyak dipakai sampai saat kini, kemudian teknik penyulingan diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi (801-873).
Pemisahan alkohol dari campurannya dan meningkatkan kadar alkohol, beer perlu didistilasi. Maksud dan proses distilasi adalah untuk memisahkan etanol dari campuran etanol air. Larutan yang terdiri dari komponen-komponen yang berbeda nyata suhu didihnya, distilasi merupakan cara yang paling mudah dioperasikan dan juga merupakan cara pemisahan yang secara thermal adalah efisien. Air mendidih pada 100oC dan etanol mendidih pada sekitar 77oC pada tekanan atmosfer. Perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinkan pemisahan campuran etanol air. Prinsip: jika larutan campuran etanol air dipanaskan, maka akan lebih banyak molekul etanol menguap dari pada air. Jika uap-uap ini didinginkan (dikondensasi), maka konsentrasi etanol dalam cairan yang dikondensasikan itu akan lebih tinggi dari pada dalam larutan aslinya. Jika kondensat ini dipanaskan lagi dan kemudian dikondensasikan, maka konsentrasi etanol akan lebih tinggi lagi. Proses ini bisa diulangi terus, sampai sebagian besar dari etanol dikonsentrasikan dalam suatu fasa. Campuran dengan titik didih yang sama (azeotrop) didapatkan pada larutan 96% etanol. Jika larutan 96% alkohol ini dipanaskan, maka rasio molekul air dan etanol dalam kondensat akan teap konstan sama. Jika dengan cara distilasi ini, alkohol tidak bisa lebih pekat dari 96% (Harahap, 2003).


2.3.      Kerangka Pemikiran
Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
 











Gambar 2.3. Kerangka pemikiran penelitian





2.4.       Hipotesis
Berdasarkan uraian tentang permasalahan dan kajian teori yang ada maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berkut ini:
H0   =   lama fermentasi tidak berpengaruh terhadap kadar alkohol tape ketan putih  (Oryza sativa L. Var. Forma glutinosa) dan tape singkong (Manihot utilissima Pohl)
H1   =   lama fermentasi berpengaruh terhadap kadar alkohol tape ketan putih  (Oryza sativa L. Var. Forma glutinosa) dan tape singkong (Manihot utilissima Pohl)



BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1.           Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian skripsi akan dilaksanakan di laboratorium pengolahan dan laboratorium analisis  Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Jember yang dilaksanakan kurang lebih empat bulan.

3.2.           Alat dan Bahan
3.2.1.      Alat
·           Kompor
·           Timbangan digital
·           Timbangan analitik
·           Dandang
·           Loyang
·           Baskom
·           Sendok
·           Plastik
·           Besek
·           Erlenmeyer
·           Labu ukur
·           Pipet ukur
·           Ball pipet
·           Kain saring
·           Destilator
·           Corong gelas
·           Kertas saring
·           Beaker glass
·           Aparatus titrasi
·           Gelas ukur



3.2.2.      Bahan
·           Beras ketan putih
·           Singkong
·           Ragi tape
·           Alumunium foil
·           Aquades
·           NaOH 10%
·           H2SO4 25%
·           Pb asetat
·           Na-fosfat 8%
·           Larutan Luff Schoorl
·           HCL 3%
·           Na-thiosulfat 0,1N
·           Larutan amylum
·           KI 20%
·           H2SO4 26,5%




3.3.           Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis eksperimen dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial (RALF).




Tabel 3.1. Rancangan Penelitian
Sampel
Ulangan
Lama Fermentasi
L1
L2
L3
L4
 S1
1
 S1L1
S1L2
S1L3
S1L4
2
 S1L1
S1L2
S1L3
S1L4
3
 S1L1
S1L2
S1L3
S1L4
S2
1
 S2L1
S2L2
S2L3
S2L4
2
 S2L1
S2L2
S2L3
S2L4
3
 S2L1
S2L2
S2L3
S2L4
Keterangan :
S = faktor 1 (bahan baku)
L = faktor 2 (lama fermentasi)


3.4.           Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah parameter utama dan parameter penunjang. Parameter utama meliputi kadar alkohol dan organoleptik (warna, bau, rasa, kenampakan, dan tekstur), sedangkan parameter penunjang meliputi kadar gula reduksi, kadar pati, dan berat.

3.5.           Prosedur Penelitian
3.4.1.      Proses Pembuatan Tape Ketan Putih
a.         Timbang 1000 gram beras ketan putih dan ditampi untuk menghilangkan kotorannya dan dicuci dengan airr sampai bersih lalu direndam selama 6 jam
b.        Beras ketan ditanak selama 60 menit
c.         Setelah matang nasi ketan putih diangkat atau ditiriskan dan didinginkan pada suhu ruang selama ±1 jam
d.        Nasi ketan putih ditimbang dengan berat 500 gram sebanyak 4 kali
e.         Sampel ditaburi ragi (jumlah ragi didapatkan dari pra peneitian yang terpilih) lalu dibungkus dengan besek yang sudah dialasi daun pisang dan ditutup rapat
f.         Sampel disimpan selama 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam pada suhu kamar
g.        Masing-masing perlakuan diulang hingga didapatkan 3 kali ulangan



3.4.2.      Proses Pembuatan Tape Singkong
a.         Timbang 2000 gram singkong yang sudah dikupas, dibelah dan dicuci dengan air sampai bersih
b.        Singkong dikukus selama 60 menit
c.      Setelah matang singkong diangkat atau ditiriskan dan didinginkan pada suhu ruang selama ±1 jam
d.        Singkong ditimbang dengan berat 100 gram sebanyak 4 kali
e.     Sampel ditaburi ragi (jumlah ragi didapatkan dari pra penelitian yang terpilih)  lalu dibungkus dengan besek yang sudah dialasi daun pisang dan ditutup rapat
f.         Sampel disimpan selama 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam pada suhu kamar
g.        Masing-masing perlakuan diulang hingga didapatkan 3 kali ulangan

3.4.3.      Prosedur Pengujian Tape
a.         Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik menggunakan panelis agak terlatih yang berjumlah minimal 15 orang. Spesifikasi yang diamati  meliputi:
·           Kenampakan yang diamati bentuk yang rapi, bagus, seragam, utuh, kecerahan
·           Warna diamati secara visual sebagai perinci jenis, tanda-tanda kerusakan, penunjuk tingkat mutu dan pedoman proses pengolahan
·           Aroma diamati untuk mengetahui enak tidaknya makanan yang belum dirasakan dengan indra penciuman, aroma berkaitan dengan flavor
·           Rasa yang diamati yaitu pahit, sangat manis, manis, agak manis, dan asam
·           Tekstur yang diamati meliputi sifat kekerasan atau kelembekan.

b.        Analisis Kadar Alkohol pada Tape Menggunakan Metode Destilasi
·           Tape diperas dengan kain saring
·           Filtrat diambil 100 mL dimasukkan ke dalam labu destilasi
·           Filtrat didestilasi dengan alat destilator
·           Kadar etanol dibaca dengan memasukkan alkoholmeter ke dalam destilat
c.         Analisa Kadar Pati
·           Timbang 2,5-5 gram sampel, masukkan ke dalam erlenmeyer
·           Tambahkan 200 mL larutan HCl 3%, panaskan dengan pendingin balik sambil sekali-kali dikocok
·           Dinginkan dan netralkan dengan NaOH 10%
·           Pindahkan larutan ke dalam labu ukur 500 mL dan tambahkan aquades sampai tanda tera dan saring
·           Pipet 10 mL larutan ke dalam erlen meyer 250 mL, tambahkan 25 mL larutan Luff  Schoorl yang telah disaring dan diberi batu didih lalu tambah lagi 15 mL aquades. Buat blanko
·           Sampel dalam erlenmeyer dan blanko dipanaskan dengan pendingin balik (atur pemanas sehingga isi erlenmeyer mendidih dalam waktu 3 menit) dan pertahankan selama 10 menit tepat
·           Dinginkan dengan air mengalir, jangan digoyang-goyang, kemudian tambahkan 15 mL larutan KJ 20% dan 25 mL H2SO4 25% secara perlahan-lahan
·           Setelah reaksi yang terjadis selesai, titrasi dengan larutan thiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N. Kanji digunakan sebagai indikator


d.        Analisa Kadar Gula Reduksi
·           Ditimbang 5 g sampel yang sudah dihaluskan, dimasukkan dalam labu ukur 250 mL, ditambahkan aquades 50 mL dan bahan penjernih Pb-asetat tetes demi tetes. Kelebihan Pb dihilangkan dengan menambahkan Na2C2O4. Filtrat bebas Pb jika ditambahkan Na2C2O4 tetap jernih lalu ditambahkan aquades sampai tanda tera, disaring dengan kertas saring.
·           Diambil 25 mL filtrat dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah 25 mL larutan Luff Schoorl, kemudian dipanaskan dengan hot plate hingga mendidih selama ±10 menit
·           Sampel didinginkan lalu ditambah 15 mL KI 20% dan dengan hati-hati ditambahkan 25 mL H2SO4 26,5%
·           Larutan dititrasi dengan laritan standar Natrium Thiosulfat 0,1 N memakai indikator amylum hingga warna biru hilang.
·           Dibuat blanko dengan menggunakan 25 mL larutan Luff Schoorl dan 25 mL aquades. Cara kerja sama dengan sampel.

Kadar gula reduksi (%) = mg kesetaraan x fp x 100%
                                                                        mg sampel

Keterangan:
mg kesetaraam =   mL thiosulfat titrasi blanko – mL thiosulfat titrasi sampel yang dikoreksi dengan tabel Luff Schoorl
fp                       =   faktor pengenceran



BAB 4. JADWAL PELAKSANAAN SKRIPSI
4.1.       Jadwal Kegiatan
Rencana pelaksanaan tugas akhir yang berjudul Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Putih  (Oryza sativa L. Var. Forma glutinosa ) dan Tape Singkong (Manihot utilissima Pohl) secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut ini.

Tabel 4.1. Jadwal kegiatan
No
Kegiatan
Bulan ke-1
Bulan ke-2
Bulan ke-3
Bulan ke-4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Pembuatan proposal
















2
Persiapan penelitian
















3
Pelaksanaan penelitian
















4
Analisis data penelitian
















5
Pembuatan laporan penelitian



















BAB 5. PERKIRAAN BIAYA SKRIPSI
5.1.       Anggaran Biaya
Perkiraan biaya yang akan dikeluarkan dalam pelaksanaan kegiatan skripsi mulai penyusunan hingga penjilidan laporan dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Anggaran Biaya
No
Jenis Anggaran
Biaya (Rp)
1
Pembuatan proposal
50.000
2
Seminar
200.000
3
Pelaksanaan penelitian
2.000.000
4
Transportasi
50.000
5
Pembuatan laporan
300.000
6
Ujian skripsi
200.000
Total Biaya
2.800.000





Lampiran 1
Skala penilaian organoleptik pada uji hedonik
Penilaian
Skor
Kriteria
Kenampakan
1
2
3
4
5
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Amat sangat suka
Bau
1
2
3
4
5
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Amat sangat suka
Rasa
1
2
3
4
5
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Amat sangat suka
Tekstur
1
2
3
4
5
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Amat sangat suka
Warna
1
2
3
4
5
Tidak suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
Amat sangat suka




Lampiran 2
Skala penilaian organoleptik pada uji mutu hedonik
Penilaian
Skor
Kriteria
Kenampakan
1
2
3
4
5
Sangat pucat
Agak pucat
Cerah
Sangat cerah
Amat sangat cerah
Bau
1
2
3
4
5
Tidak berbau
Agak alkoholik
Alkoholik
Sangat alkoholik
Amat sangat alkoholik
Rasa
1
2
3
4
5
Sangat pahit
Agak pahit
Manis
Agak manis
Sangat manis
Tekstur
1
2
3
4
5
Keras
Agak keras
Lunak
Sangat lunak
Amat sangat lunak
Warna
1
2
3
4
5
Coklat
Kuning kecoklatan
Kuning
Putih kekuningan
Putih



Tidak ada komentar:

Posting Komentar